SELAMAT DATANG

S E L A M A T D A T A N G

Pencarian

PERKENALKAN

Jogjakarta, D.I.Y, Indonesia
banyak orang berhasil karena iseng-iseng karena iseng-iseng itu merupakan hal terkecil dan dari hal terkecil itu tumbuh menjadi hal terbesar

Senin, 04 Juli 2011

burung merak biru

Peacock front02 - melbourne zoo.jpg

Merak Biru atau Merak India, yang dalam nama ilmiahnya Pavo cristatus adalah salah satu burung dari tiga spesies burung merak. Merak Biru mempunyai bulu berwarna biru gelap mengilap. Burung jantan dewasa berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 230cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang berwarna hijau metalik. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak biru membentuk kipas. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya tidak mengilap, berwarna coklat kehijauan dengan garis-garis hitam dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung muda seperti betina.
Populasi Merak Biru tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput di IndiaPakistanSri LankaNepal dan Bhutan. Sebelumnya spesies ini ditemukan juga di Bangladesh, namun sekarang kemungkinan besar telah punah di sana.
Merak jantan adalah poligami spesies, mempunyai pasangan lebih dari satu. Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu ekornya di depan burung betina. Bulu-bulu penutup ekor dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata berwarna biru. Burung betina biasanya menetaskan tiga sampai enam butir telur.
Pavo cristatus side view.jpg
Pakan burung Merak Biru terdiri dari aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti cacinglaba-laba dan kadal kecil.
Merak Biru adalah burung nasional negara India. Spesies ini juga memegang peranan penting dalam mitologiBuddhaHindu dan kebudayaan-kebudayaan lainnya.
Burung Merak Biru dievaluasikan sebagai beresiko rendah di dalam IUCN Red List.

burung puyuh

Dari sejak menetas, burung puyuh perlu waktu 35 hari saja untuk bertelur kembali.  Untuk penetasan, telur burung puyuh yang fertil (sudah dibuahi oleh pejantan) perlu waktu 15-17 hari saja di inkubator.  Saya lebih suka jadi tukang tetas saja.  Saya buat mesin tetas sendiri.  Caranya mudah sekali, buat kotak dari triplek, taruh lampu lima watt beberapa buah (tergantung ukuran kotak), kemudian sambungkan ke termostat.  Termostat adalah alat untuk mengatur suhu udara.  Kalau suhu sudah 38 drajat celsius, maka lampu akan mati secara otomatis.  Kalau tidak pakai termostat, suhu akan memanas dan anak burung akan mati atau menetas dalam keadaan cacat.
Sebelum meletakkan telur tetas di mesin penetas, pastikan dulu bahwa telur itu memang untuk ditetaskan bukan telur untk dikonsumsi.  Peternak puyuh memproduksi telurnya 2 jenis.  Yaitu jenis telur yang untuk di konsumsi dan telur yang untuk ditetaskan.
Telur yang untuk dikonsumsi tidak perlu ada pejantannya.  Atau, kalaupun ada cuma satu pejantan untuk melayani 50 ekor betina.  Itu sebabnya telur konsumsi akan tahan lama (15 hari), tidak akan busuk. Kalau disimpan di kulkas akan tahan sebulan lebih.
Telur yang akan ditetaskan diambil dari betina puyuh yang memang sudah dicampur dengan jantan.  Lima puyuh betina akan dicampur dengan seekor pejantan.  Pejantannya harus dari  pejantan yang tangguh.  Sebab akan mempengaruhi kesehatan telur dan produktivitas burung puyuh.
Telur yang akan ditetaskan harus cepat2 dimasukkan ke dalam inkubator (mesin tetas), sebab dalam 3 hari saja telur akan busuk.  Itu bedanya telur untuk ditetaskan dengan telur yang untuk dikonsumsi.
Saya punya 4 inkubator yang masing2 kapasitasnya 700-1000 butir telur puyuh.  Dalam sehari telur itu harus dibolak balik sebanyak 3 kali.  Dibawah rak telur juga diletakkan baki yang diisi air untuk menjaga kelembaban udara.
Kalau telur sudah mulai menetas, waah…ramainya minta ampun.  Kadang telur2 itu menetas jam 2 pagi. Bunyi ciap2 anak burung puyuh membuat saya terbangun dari tidur.  Karena senang, saya tidak merasa capek.  Apalagi alat itu alat buatan saya sendiri.  Tuhan Maha Kuasa, dia ciptakan mahluk hidup dari yang mati.  Bukankah lima belas hari yang lalu telur2 itu tidak dapat bergerak dan tidak dapat bersuara.  Tetapi dengan perlakuan tertentu telur2 itu sudah menjadi mahluk hidup yang mungil.
Burung puyuh yang betina dipisahkan dari burung puyuh yang jantan.  Yang betina akan dipaksa menjadi mesin pencetak telur.  Sedangkan yang jantan akan dijadikan mesin pencetak daging.  Jadiu ada puyuh petelur dan ada juga puyuh pedaging.  Betina yang sudah tidak produktif juga akan dipotong penjadi pedaging.  Biasanya umur setahun betina sudah mulai turun produktivitasnya.
Dari usaha ternak puyuh ada yang spesialis menjadi peternak penetas telur, ada yang memilih menjadi peternak petelur atau pedaging atau kesemuanya.  Tergantung keadaan dan kemampuan si peternak.  Saya lebih suka jadi penetas saja.  Telur puyuh saya beli seharga Rp 200,- dalam 15 hari anak puyuh itu sudah menjadi Rp 2000,; saat itu tahun 1997.  Kalau sekarang mungkin sudah tidak dapat lagi.  Sebab harga telur konsumsi saja sekarang Rp 350,; padahal dulu cuma 100 rupiah saja.

burung maleo


Ukurannya 55-60 cm.
termasuk ke dalam hewan yang terancam populasinya,
Habitatnya di sulawesi dan pulau buton. Tinggal di dataran rendah dan pantai
Burung mencolok ini memiliki khas kurus, gelap pada mahkota pelindung kepala, wajah berwarna kekuningan. Paha yang hitam, dan perut putih, dengan warna merah muda pada dorsal(dada). Burung langka ini biasanya diam, tetapi, terutama di sekitar sarang sangat menjaga, dapat memancarkan suara sangat luar biasa. Ini termasuk ringkikan keras dan, ketika dalam perebutan, seperti bebek ber-kwek



GORONTALO--MICOM: Kelestarian satwa endemik Pulau sulawesi seperti Burung Maleo yang tadinya hidup bebas di kawasan Cagar Alam Panua, Kabupaten Pohuwato kini mulai terancam punah.

Petugas Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato yang juga adalah jagawana pada Cagar Alam Panua, Tatang Abdulah mengatakan bahwa saat ini di kawasan itu hanya bisa dijumpai dua atau tiga pasang burung maleo. Padahal kata dia, kawasan Cagar Alam Panua yang seluas 45.575 Hektare Area (Ha) itu, sebagiannya pernah dipakai untuk penangkaran burung maleo sepanjang tahun 2004-2006.

"Wilayah penangkaran waktu itu seluas lima ribu hektare area," Ujar Tatang, Minggu (3/7).

Dia menambahkan, Pihak Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah Gorontalo ketika itu bekerja sama dengan sebuah organisasi nirlaba di bidang pelestarian satwa langka menjalankan usaha penangkaran tersebut. Saat itu kata dia, Burung Maleo masih banyak ditemui di kawasan Cagar Alam Panua hingga belasan pasang.

"Setelah penangkaran selesai, tidak ada lagi kontrol terhadap burung tersebut," kata Tatang.

Dia mengatakan, ancaman serius terhadap musnahnya burung maleo di Kawasan Cagar Alam Panua berupa perburuan liar oleh warga serta penggembalaan ternak di lokasi peneluran. Menurut dia, upaya pengawasan kawasan Cagar Alam Panua pun kurang maksimal sebab petugas yang di tempatkan diwilayah itu masih tergolong minim.

"Saat ini kami hanya berusaha untuk berbuat semaksimal mungkin," Kata Tatang.

ternak kasuari



Propinsi Papua (Irian Jaya) merupakan daerah Kawasan Timur Indonesia, yang kaya akan keaneka ragaman hayati, baik fauna maupun floranya. Keaneka ragaman fauna Irian Jaya dari jenis burung , ada 602 species dengan tingkat endemic 52 % (Anonymous, 1993). Salah satu jenis burung endemik yang tergolong paling besar tubuhnya adalah burung kasuari (Casuarius Sp.). Burung ini selain besar, juga memiliki keindahan warna leher dan pialnya.
Burung kasuari merupakan salah satu satwa liar yang dilindungi Undang-Undang dan memiliki potensi untuk dikembangkan serta dibudidayakan sebagai hewan ternak. Burung kasuari dewasa dapat mencapai tinggi 1,3-1,8 meter dengan berat sekitar 60-75 kilogram. Jumlah telur setiap musim kawin berkisar 2-6 butir, tetapi lebih sering antara 2-4 butir. Meskipun satwa ini dilindungi oleh undang-undang, namun masih sering terjadi perburuan liar untuk mendapatkan daging, telur dan bulu dari satwa ini.
Apabila keadaan ini berlanjut terus, tanpa dilakukan pengawasan dan pengendalian yang tepat, maka satwa ini terancam punah. Keadaan ini akan lebih dipercepat lagi dengan adanya pembukaan hutan untuk pemukiman transmigrasi, perkebunan ataupun industri, yang menyebabkan perusakan habitat.
Salah satu usaha pemerintah untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan penangkaran fauna burung endemik Papua, termasuk kasuari di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak. Penangkaran merupakan salah satu usaha untuk melindungi dan mengembangkan satwa diluar habitat alaminya. Didalam penangkaran dapat mengakibatkan satwa mengalami perubahan lingkungan dari alam bebas menjadi terbatas, termasuk perubahan dalam proses adaptasi dan tingkah laku makan dan kawin.
Namun sampai saat ini tingkat keberhasilan penangkaran burung kasuari di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak belum optimal, karena masih terbatasnya informasi tentang kasuari di Indonesia terutama tentang tingkah laku makan dan kawin yang sangat menunjang proses pengawasan dan penanganan reproduksi kasuari. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian atau penelitian pola tingkah laku makan dan kawin burung kasuari dalam penangkaran sebagai acuan dalam usaha pembudidayaannya.
Klasifikasi Kasuari
Berdasarkan sistematika zoologis, burung kasuari termasuk dalam Ordo Struthioniformis, Famili Casuariidae dan Genus Casuarius dengan tiga spesies yaitu Casuarius unappendiculatus (Kasuari Gelambir Tunggal), Casuarius casuarius (Kasuari Gelambir Ganda) dan Casuarius bennetti (Kasuari Kerdil) (Coates, 1985).
Jenis kasuari gelambir tunggal banyak ditemukan di daerah hutan hujan atau hutan rawa, terutama di dataran rendah. Daerah penyebarannya sangat luas, meliputi Papua bagian utara, pulau salawati dan pulau Yapen-Serui. Tinggi kasuari jenis ini 1,2-1,5 meter (Beehler et al., 1986). Spesies ini memiliki ciri umum selain bergelambir tunggal pendek kemerahan, mahkota membentuk bidang segitiga, wajah dan kepala berwarna biru dengan leher merah berbercak kuning dibagian belakang.
Kasuari gelambir ganda sering terdapat dipinggiran hutan dan sabana. Penyebarannya meliputi Papua bagian Barat, Tenggara dan Selatan serta kepulauan Aru. Spesies ini memiliki tinggi 1,5 –1,8 meter (Beehler, et al., 1986 dan Coates, 1985). Kulit leher dan kepala berwarna biru keunguan bercampur merah dan kuning. Memiliki gelambir ganda berwarna merah pada lehernya. Bermahkota tinggi dan tebal membentuk kurva.
Kasuari kerdil lebih senang mendiami daerah pegunungan dengan ketinggiam lebih dari 3000 meter dari permukaan laut. Tinggi kasuari ini 1,1 meter dengan mahkota pendek mendatar kebelakang dan tidak bergelambir. Leher bawah berwarna merah dan bagian atas berwarna biru sampai kekulit muka dengan bercak merah disudut mulut.
Kasuari merupakan burung besar yang tubuhnya berat (60-75 kilogram), hanya dijumpai di pulau Papua, Kepulauan Aru, Seram dan Australia Timur Laut. Berkerabat dekat dengan burung Unta, Emu, Kiwi, Rhea dan Tinamou yang tergolong kedalam ratiles atau burung yang tidak dapat terbang. Kasuari dapat lari dengan kecepatan 40 kilometer per jam dengan satu lompatan melewati rintangan. Memiliki sepasang kaki yang kokoh dengan ketiga jarinya yang dipersenjatai kuku atau cakar yang tajam dan panjang. Bulu kasuari dewasa berwarna hitam legam, kaku dan pendek. Sedangkan bulu anak kasuari berwarna coklat pucat dengan garis-garis memanjang dari kepala keekor berwarna coklat gelap. Perubahan warna bulu dari coklat bergaris menjadi coklat polos terjadi pada umur sekitar 6 bulan kemudian dari coklat menjadi warna hitam legam setelah mencapai umur dewasa kelamin yaitu sekitar umur 4 tahun. Kasuari memiliki daerah teritori tertentu dan hidup secara soliter kecuali pada musim kawin dan saat mengasuh anak
Kasuari tergolong hewan diurnal yaitu melakukan aktivitas disiang hari. Di alam bebas kasuari menjelajahi hutan sendiri-sendiri (soliter) atau bersama anaknya atau berpasangan pada saat musim kawin. Pada saat musim kawin satwa ini bersifat nervous dan siap menyerang siapa saja yang berada disekitarnya. Menjelang dan awal musim kawin, jantan mulai mendekati betina dan pada saat ini sering terjadi perkelahian antar kasuari jantan dalam memperebutkan betina.
Perkembang biakan Kasuari
Pertemuan jantan dan betina saat musim kawin, umumnya di daerah teritori atau di areal tempat makan kasuari betina. Bila kasuari betina telah menerima pejantan maka kasuari jantan akan mengikuti betina terus sehingga terlihat berpasangan, tetapi sebaliknya bila betina menolak maka jantan akan diusir. Pengusiran ini lebih sering terjadi pada saat diluar musim kawin. Kasuari betina umumnya lebih besar dari jantan. Kasuari merupakan salah satu spesies yang melakukan perkawinan dengan sistem poliandri.
Seekor kasuari betina akan kawin dengan lebih dari satu kasuari jantan. Setelah satu clatch peneluran, kasuari betina akan meninggalkan pasangannya dan akan mencari dan akan bercumbu dengan kasuari jantan lain sampai dibuahi pada clutch peneluran berikutnya. Semakin tua kasuari betina semakin luas teritorinya, lebih banyak pasangannya dan lebih agresif saat bercumbu sehingga turunannya lebih banyak.
Menurut Coates (1986), musim kawin pada kasuari gelambir ganda (Casuarius casuarius) umumnya dari bulan Juni sampai Oktober tetapi paling sering Juli dan Agustus, sedangkan pada kasuari gelambir tunggal (Casuarius unappendiculatus) masa kawin terjadi selama musim panas dan musim bertelur pada bulan Juni. Masa kawin pada kasuari kerdil (Casuarius bennetti) terjadi pada akhir musim hujan atau bulan Maret dan April. Kasuari jantan dan betina menduduki teritori tertentu pada saat bertelur.
Betina meletakkan 3-6 telur berwarna kehijauan dalam sarang yang terbuat dari daun-daunan pada pangkal sebatang pohon, kemudian betina pergi ke hutan meninggalkan sang jantan yang akan mengerami, menjaga dan mempertahankan anak-anaknya dari predator. Selama kurang lebih 7 minggu jantan sibuk mengerami telur dan menjaga anaknya setelah menetas.
Jika pada waktu pengeraman ini terdapat gangguan atau ancaman dari luar maka sang jantan akan segera lari ke hutan, berusaha mengalihkan perhatian predator terhadap telur atau anak-anaknya yang berharga. Bagi pejantan sendiri merupakan sasaran yang penampilannya menyolok karena warnanya yang hitam kelam, sedangkan telur berwarna hijau dan anak kasuari bergaris garis coklat sehingga kemungkinan besar tidak akan terlihat oleh predator. Anak kasuari akan tinggal bersama kedua induknya sampai umur sembilan bulan sebelum mereka menjalani pola hidup soliter dan menduduki teritori atau home range sendiri

budidaya burung walet



1. SEJARAH SINGKAT
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah
3. JENIS
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga
4. MANFAAT
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya (saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga.
5. PERSYARATAN LOKASI
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
  1. Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
  2. Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat.
  3. Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging.
  4. Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai, rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
  1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
    1. Suhu, Kelembaban dan Penerangan
      Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %. Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:
      1. Melapisi plafon dengan sekam setebal 2° Cm
      2. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
      3. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu lubang, berdiameter 4 cm.
      4. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
      5. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
    2. Bentuk dan Konstruksi Gedung
      Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya bervariasi dari 10x15 m 2 sampai 10x20 m 2 . Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan tinggi. Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen dapat disirami air setiap hari. Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayu-kayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan rengat. Atapnya terbuat dari genting. Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat berputar-putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm 2 dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding lubang dicat hitam.
  2. Pembibitan
    Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja. Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan oleh para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak lagi, pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet. 
    1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
      Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar masuk dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu waktu burung kembali mencari makan.
    2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
      Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung walet yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur walet diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.
      1. Memilih Telur Walet
        Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
        • Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur 0–5 hari.
        • Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
        • Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10–15 hari.
          Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
          kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari tempatnya. Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan peneropongan.
      2. Membawa Telur Walet
        Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh, sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas. Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
        Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan telur tua lebih rendah.
    3. Penetasan Telur Walet
      1. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
        Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti dengan telur walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas tisue untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan. Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta mencari makan.
      2. Menetaskan telur walet pada mesin penetas
        Suhu mesin penetas sekitar 40 ° C dengan kelembaban 70%. Untuk memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan piring atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan agar air didalam cawan tersebut tidak habis. Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga dilakukan peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah telur terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan sampai hari ke-12. Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk keperluan pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
        hari telur akan menetas.
  3. Pemeliharaan
    1. Perawatan Ternak
      Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat lemah. Anak walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut (kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2 derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin. Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak. Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan. Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet dewasa.
    2. Sumber Pakan
      Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri. Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk mengasilkan serangga adalah:
      1. menanam tanaman dengan tumpang sari.
      2. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
      3. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
      4. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
    3. Pemeliharaan Kandang
      Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk di lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam karung dan disimpan di gedung.
7. HAMA DAN PENYAKIT
  1. Tikus
    Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat menyebabkan suhu yang tidak nyaman.
    Cara pencegahan tikus dengan menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang akan digunakan untuk sarang tikus.
  2. Semut
    Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung walet yang sedang bertelur.
    Cara pemberantasan dengan memberi umpan agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu semut disiram dengan air panas.
  3. Kecoa
    Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan tidak sempurna.
    Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida, menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang agar tidak menjadi tempat persembunyian. 
  4. Cicak dan Tokek
    Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet.
    Cara pemberantasan dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.
8. PANEN
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan. Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet dengan beberapa cara, yaitu:
  1. Panen rampasan
    Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan. Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot menjadi kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
  2. Panen Buang Telur
    Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga 4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal. Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk menetaskan telurnya.
  3. Panen Penetasan
    Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman sehingga polulasi burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:
  1. Panen 4 kali setahun
    Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihuni dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen selanjutnya dengan pola buang telur.
  2. Panen 3 kali setahun
    Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu, panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan dan buang telur.
  3. Panen 2 kali setahun
    Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk memperbanyak populasi burung walet.
9. PASCAPANEN
Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara sarang walet yang bersih dengan yang kotor.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun 1999:
    1. Modal tetap
      1. Gedung Rp. 13.000.000,-
      2. Renovasi gedung Rp. 10.000.000,-
      3. Perlengkapan Rp. 500.000,-
        Jumlah modal tetap Rp. 23.500.000,-
        Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th) Rp. 391.667,-
    2. Modal Kerja
      1. Biaya Pengadaan
        • Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- Rp. 500.000,-
        • Transportasi Rp. 100.000,-
        • Makan Rp. 50.000,-
      2. Biaya Kerja
        • Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln Rp. 15.000,-
        • Panen Rp. 20.000,-
          Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp. 685.000,-
    3. Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
      1. Modal tetap Rp. 13.500.000,-
      2. Modal kerja 1x Produksi Rp. 685.000,-
        Jumlah modal Rp. 14.185.000,-
    4. Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
      1. sarang burung walet menghasilkan 1 kg
      2. sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
      3. untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
        • sarang burung walet 4 kg
        • sarang burung sriti 60 kg
      4. untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
        • sarang burung walet 20 kg
        • sarang burung sriti 300 kg
    5. Biaya produksi
      1. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan Rp. 391.667,-
      2. Biaya tidak tetap Rp. 685.000,-
        Total Biaya Produksi per bulan Rp. 1.076.667,-
        Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti) Rp. 67.292,-
    6. Penjualan
      1. sarang burung walet 1 kg Rp. 17.000.000,-
      2. sarang burung sriti 15 kg Rp. 3.000.000,-
        Untuk 1 kali produksi Rp. 20.000.000,-Untuk 5 tahun
        1. sarang burung walet 20 kg Rp. 340.000.000,-
        2. sarang burung sriti 300 kg Rp. 60.000.000,-
          Jumlah penjualan Rp. 400.000.000,-
    7. Break Even Point
      1. Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,-
      2. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln Rp. 64.600.000,-
      3. Keuntungan selama 5 tahun Rp. 335.400.000,-
      4. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln Rp. 5.590.000,-
      5. .BEP 232.919
    8. Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)
  2. Gambaran Peluang Agribisnis
    Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat besar dan masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang walet yang telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya sarang burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan intensif.